Harmonisasi Zakat dalam Sistem Pajak di Indonesia

Setelah melewati bulan Ramadan, ada satu hal yang perlu kita renungkan, yaitu berkenaan dengan zakat. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk muslim sekitar 202 juta jiwa yaitu 88,2% dari total penduduk (wikipedia.org), sungguh ironis bahwa zakat di negara kita belum dikelola dengan baik. Hal ini nampak dari tidak adanya aturan perundangan tentang zakat dan juga pengelolaan zakat yang tidak terkoordinasi secara tersistem.

Berdasarkan kajian dari Bank Pembangunan Asia “Asian Development Bank (ADB)” potensi zakat di Indonesia mencapai Rp100 triliun. (media indonesia.com). Tentu ini angka yang cukup fantastis. Jika dibandingkan dengan zakat yang dihimpun oleh Baznas, mencapai 10% dari Rp. 100 triliun saja belum. 

Mengapa Zakat di Indonesia masih belum optimal?
Ada beberapa hal yang menyebabkan penerimaan zakat belum optimal, diantaranya adalah :
1.       Aturan perundang-undangan zakat
2.       Pengumpulan zakat tidak tersistem
3.       Harmonisasi dengan sistem pajak di Indonesia
Menurut penulis, setidaknya ada 3 point mengapa zakat belum optimal di Indonesia.
Pertama, sebagian besar masyarakat di Indonesia menganggap bahwa yang wajib adalah pajak karena berkenaan dengan kewajiban Warga Negara kepada Negara, yang meski tidak mendapat imbalan secara langsung tapi bila tidak dibayar maka akan ditagih oleh negara, sementara zakat adalah ibadah manusia kepada Allah, karena berdimensi ibadah maka pembayaran didasarkan pada keikhlasan dan kalaupun tidak membayar tidak ada yang menagih. Di Indonesia Undang-Undang berkenaan dengan zakat adalah tentang Pengelolaan Zakat, bukan tentang zakat itu sendiri.  Dengan tidak adanya Undang-Undang tentang zakat maka zakat dipandang tidak memiliki landasan hukum yang diakui dalam sistem hukum di Indonesia, dasar hukum zakat hanya didasarkan pada perintah Qur’an. Kedua, pengumpulan zakat kepada banyak amil zakat, yang dibentuk oleh pemerintah ataupun tidak (pondok pesantren, ulama, kyai dll) sehingga dengan pola pengumpulan yang tidak terpusat maka pola distribusi juga tidak merata secara nasional. Di kota-kota besar akan mendapatkan aliran zakat lebih besar dibandingkan dengan kota kecil, padahal banyak penduduk miskin yang masih belum tersentuh oleh zakat. Belum lagi banyak Wajib Zakat (muzakki) yang membagikannya langsung kepada masyarakat sekitar sehingga hanya masyarakat sekitar muzakki saja yang mendapatkan zakat. Ketiga, karena negara kita menggunakan sistem pajak maka secara otomatis masyarakat muslim yang penghasilannya diatas nisab dan diatas PTKP akan dikenai dua kewajiban yaitu zakat dan pajak.

Kedudukan Zakat dalam Sistem Pajak di Indonesia
Pada tahun 1996, pembayaran zakat tidak boleh dibiayakan oleh perusahaan (badan) maupun orang pribadi dalam penghitungan penghasilan kena pajak berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-134/PJ.311/1996 , kemudian pada tahun 2003 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-163/PJ/2003 zakat diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak badan maupun orang pribadi.  Lalu pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2009 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009 menyatakan bahwa zakat dikecualikan sebagai obyek pajak penghasilan bagi badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan penerima zakat yang berhak. Dengan demikian, zakat adalah bukan obyek pajak penghasilan dan zakat diakui sebagai pengurang (pengurang disini adalah biaya, bukan dianggap sebagai pembayaran pajak yang langsung mengurangi pembayaran pajak akhir tahun dalam SPT Tahunan PPh/kredit pajak) dalam menghitung penghasilan kena pajak Wajib Pajak.

Harmonisasi Zakat dan Pajak 
Sejauh ini, di negeri kita zakat dan pajak berjalan sendiri-sendiri dan terpisah, kemudian mulai tahun 2003 zakat diakomodir dalam sistem pajak. Namun pengakuan zakat sebagai pengurang/biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak belum benar-benar melegakan penduduk muslim negeri ini yang dikenai zakat dan pajak. Bagi yang membayar pajak dan zakat sesuai ketentuan, hal ini akan terasa memberatkan. Apakah tidak ada jalan tengah bagi permasalahan ini? Apakah zakat tidak bisa diharmonisasikan dalam sistem pajak di negara kita? Meski secara konseptual zakat dan pajak berbeda, tujuan keduanya sama, yaitu mensejahterakan masyarakat.

Cara agar zakat diharmonisasikan dalam sistem pajak adalah mengakui pembayaran zakat sebagai pengurang pajak/kredit pajak, sehingga zakat seakan-akan dipersamakan dengan pembayaran pajak/kredit pajak, sehingga diakhir tahun wajib pajak bisa memperhitungkan zakat ketika menghitung pajak yang harus dibayar.

Menurut pengalaman di Malaysia, dengan perlakuan zakat sebagai bagian dari setoran pajak ternyata jumlah penerimaan pajak meningkat dan penerimaan zakat juga. (bussiness news). Tarif zakat jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan tarif pajak. Sehingga tidak perlu ada kekuatiran bahwa zakat akan menurunkan penerimaan negara dan membangkrutkan keuangan negara karena sesungguhnya secara prinsip zakat dan pajak bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.

Untuk memudahkan harmonisasi ini, maka perlu di buat Undang-Undang tentang Zakat (bukan sebatas pengelolaan zakat saja, tapi tentang zakat itu sendiri) dan memasukkan zakat sebagai komponen kredit pajak dalam UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, juga dilakukan penerimaan zakat yang terpusat secara nasional ke Baznas. Penerimaan zakat yang terpusat akan memudahkan pengawasan oleh pemerintah dan rekonsiliasi pembayaran zakat oleh Direktorat Jenderal Pajak ketika zakat diakui sebagai kredit pajak. Hal ini bukan meniadakan peranan amil zakat yang tersebar di seluruh Indonesia, yang dipusatkan hanya penerimaan saja, ketika zakat didistribusikan tetap melibatkan amil-amil zakat yang lain.  

Tentunya diperlukan proses yang cukup panjang dan terjal untuk merealisasikan wacana ini, namun apabila bisa direalisasikan maka tentunya penerimaan zakat akan meningkat dan selaras dengan hal tersebut maka penerimaan DJP juga akan mengalami kenaikan.

□□□

1 comment:

Bakti suwarno said...

maaf gan saya bru bsa liat komennya masalahnya saya lgi sibuk banget sama kerjaan saya,